Sunday, August 22, 2010

Berteriak di Keriuhan Sunyi


Mengenangmu Malam Ini


Aku ingin mengenangmu malam ini

Mengagumi wangi tubuhmu yan pernah menghiasi jawaban keraguanku

Membuai lembut jiwamu hingga melambung ke angkasa

Duhai udaraku… Tak pernah henti ku menghelamu


Kau bintang malamku yang menuntun langkah ini

Hingga tiba ku di tengah keriuhan yang mencengangkan

Yang seolah membelaiku mengajak bergabung


Kau adalah aku,

Malam ini hingga nanti

Aku adalah dirimu,

Malam ini hingga nanti


Nanti pasti dirimu kembali

Atau esok, atau lusa


Ku hanya ingin mengenangmu malam ini



00:00

Surabaya, 25 April 2008

Ryan Krisna Hadi



Dimensi


Ku melayang ke dalam dimensi senyap duka ini

Meratapi ketiadaan jiwa berkepanjangan

Ku mencintainya, namun hatiku masih tertinggal di genggamanmu


Sungguh ku merasa janggal akan semua ini

Yang kian tak menentu,

Membinasakan hatiku


Tak juga sirna perasaan ini padanya

Walau ribuan ton bayang wajahmu telah menenggelamkan hatiku

Akankah kupendam semua ini?

Hingga dimensi kegalauan batin yang sombong musnah beradu


Sungguh indah dirinya,

Bagaikan menarik musim gugur di bulan Mei

Semerbak membunuh segala rasaku padamu


___-{•˚®˚•}-___



Surabaya, 5 Mei 2008

Ryan Krisna Hadi







Fana


Kehidupan baru akan dimulai oleh setapak perjuangan di tempat asing tak bernyawa.

Di sini, aku berdiri, menunggui padamnya secercah cahaya lilin kecil yang bersahaja menemani malamku.

Terus begini, hingga otak ini berhenti berpaut dengan penaku yang tak kenal ampun menodai tiap lembar kesucian hari ini.


Timbul dan tenggelam, nyata ke fana, begitulah perasaan yang terus

menyesakkan alam nurani yang kian tercerai berai karena segala

ketidakpastian ini.


Kotak… Kotak lagi… Kotak lagi…

Apa arti semua ini? Kuhina kekotakkan hatiku

Yang terus mengeras dan kaku


Bagai lembu tertimpa pedati

Hingga nafasku beradu dengan sosok khayalanku

Dan meneteskan benih-benih dosa yang seharusnya berada di rahimmu


Hina rasanya diri ini, yang hanya bisa menyetubuhimu dalam dimensi sesak otak kotorku.

Sudahlah kututup saja hari ini dengan kelopak mata yang semakin menghitam

Dengan harapan kau telah berbaring di pelukku, ketika nafasku kembali mendenguskan nafsu ini.



21:38

Jakarta, 23 Juni 2008

Ryan Krisna Hadi







Tentang Aku


Kebodohan yang tersamar dalam sebuah makna indah

Pasti kan’ terungkap oleh sikap munafiknya

Jika ini masih terasa janggal,

Benamkanlah nuranimu ke dalam nafsu yang lama kau pendam


Mungkin kau akan memaknai arti dari sebuah kepicikan picisan yang belum pernah kau temui sebelumnya

Sedikit goresan kesoktahuanku ini akan menuntunmu melaju ke alam pikirku terdasar

Mungkin kau bakal tahu siapa aku, dengan menyibak topeng kelam yang selama ini menyatu dengan pribadiku


Aku akan malu berdiri di hadapanmu…

Tapi kau akan lebih malu pada dirimu sendiri

Ketika kau tatap tajam ke arah pupil mataku

Karena segala yang kau tak tahu aku tahu, yaitu tentang aku



22:25

Jakarta, 25 Juli 2008

Ryan Krisna Hadi




Surat Cinta


Percuma ku menguntai kata-kata tak berharga ini

Jika asa keberanianku berbanding dengan gunung

Dan pita suaraku berpendar menolak tuk’ meneriakkan lantang ucapan itu


Jika boleh aku meminta pada Sang Kuasa,

Kumohon agar kau bisa membaca hatiku

Sehingga tak perlu lagi ada keberanian yang susah payah harus kugumpalkan


Namu Tuhan berkehendak lain,

Dia memberiku ketakterbatasan ini

Untuk menulis segala sesuatu yang kurasakan dan kupendam padamu


Hanya waktu yang kan’ mengiringku

Sampai saat kau baca picisan tak berharga ini

Dan kuberharap kau sudi mempertimbangkanku


22:48
Jakarta, 22 Juli 2008
Ryan Krisna Hadi



Surat Kedua Tanpa Nama


Abjad “T” mengawali sepucuk surat yang kutemui

Surat itu basah karena air mata yang menetes,



“Tamat, Apalah arti titik ini? Selalu mendengus dan melibas semua kecemasan. Bilamana aku berjalan, kebiadaban ini selalu semerbak bagai Rafflessia yang mengundang lalat. Aneh… Titik Merah itu semakin mendekat. Tamat”, Ucapku tanpa peduli arti kata itu…



Kurobek bagian tengahnya yang penuh noda titik merah

Belum-belum, sudah penasaran aku dibuatnya

Benar kata dia, titik merah itu semakin mendekatiku geram, seolah tidak terima aku merobek kawanannya

Kubuang ke dalam kobaran api saja titik merah maksiat itu bersama inang-inangnya

Dan kuanggap tak pernah tahu isinya



22:28

Jakarta, 23 Juli 2008

Ryan Krisna Hadi





Surat Cinta II


Hanya mata hati memandang sebatas khayal

Merajut bayangan fana dirimu di sisiku

Rindu kunanti bertemu denganmu

Walau kepastian tentangmu masih tak tentu


Biarlah kusandarkan rasa ini sejenak

Pada dirimu yang kian merasuk ke benak

Hingga tiba saatnya nanti

Kan’ kulambungkan ke rongga hati


Kini ku tak lagi jera tuk’ melalui kisah ini

Karena telah kandas kisahku yang lalu sebelum menepi

Namun hatiku tetaplah begitu

Yang bisa remuk sewaktu-waktu

23:28

Jakarta, 23 Juli 2008

Ryan Krisna Hadi




No comments: